• Sandiwara Langit

    Penulis : Abu Umar Basyier Harga Rpl 30.000,- Harga Bayt Aisyah Rp. 27.000 Kisah seorang anak manusia bernama Rizqaan. Pemuda shalih yang ingin segera menikah karena merasa sudah tidak mampu lagi untuk menjaga gejolak syahwatnya yang sudah begitu menggelora. Pernikahan adalah langkah terakhir yang ia pilih setelah beragam cara seperti puasa Dawud (puasa sehari dan berbuka sehari) sudah tidak mampu lagi menolongnya untuk meredam gejolak tersebut. Calon istri sudah ia dapatkan. Seorang pemudi sholihah bernama Halimah. Akan tetapi....

  • KAFTAN RATU

    Lihat model lainnya

  • Langit Mekah Berkabut Merah

    Pengarang : Geidurrahman Il-Mishry Ukuran : 13 x 20, 350 halaman Harga SC : Rp 59,900 Deskripsi: Ayahnya seorang kiyai desa, meninggal, akibat menjadi korban salah sasaran warga, di tengah malam gelap gulita. Sejak saat itu ia putus mondok dari sebuah Pesantren. Hari-harinya yang biasa ia isi dengan mengaji berganti dengan tumpukan baju dan bumbu. Ia bekerja pada tetangganya sebagai buruh cuci, juru masak dan semacamnya. Sampai akhirnya seorang calo PJTKI merayu berpuluh-puluh kali agar ia mau menjadi...

Blogger Tips

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Rabb engkau lah hendaknya kamu berharap.” (QS Al Insyirah [94]: 5-8)

Rabu, 01 Desember 2010

Tasawuf Cinta Sang Putri

Oleh : Erjie Al-Batamiy

Sultan Fawwaz Al-Maghriby terlihat cemas. Berbaur perasaan bingung dan juga khawatir, mengenang nasib puterinya. Sudah sebulan sang puteri tidak pulang ke istana. Ayah dan bunda sudah tak sabar ingin bersua.

Kira-kira beberapa bulan yang lalu Puteri Nayla Fawwaz mengatakan kepada sultan dan permaisuri bahwa dia ingin berubah untuk menjadi lebih baik lagi, dengan bertaqarrub kepada Allah SWT. Puteri Nayla ber’azzam untuk belajar tentang agama Islam dengan benar dan berusaha untuk mereguk cinta sejatinya yakni Mahabatullah (cinta kepada Allah ‘azza wa jalla).

Sebulan yang lalu Puteri Nayla mengklaim bahwa dia telah menemukan cinta sejatinya, dan atas cinta tersebut dia merasa berkewajiban untuk berkorban demi cinta-Nya, agar Allah yang Maha Lembut dan Maha Halus sudi menerima Puteri Nayla sebagai kekasih-Nya. Untuk itu dia pergi meninggalkan istana, meninggalkan tempat dimana dia lahir dan bertahun-tahun dibesarkan disana. Meninggalkan segala kenikmatan istana yang pernah dicicipinya. Puteri Nayla berujar kepada Sultan Fawwaz,

“Wahai ayahanda sungguh kecintaan ananda kepada Allah SWT telah menuntun ananda untuk pergi meninggalkan istana ini, ananda ingin zuhud terhadap dunia ini dan mengharapkan hanya cinta-Nya. Jika ayahanda memang masih mencintai ananda, marilah ikut bersama ananda, kita tinggalkan istana ini untuk berbaur menjadi rakyat jelata”

Pilihan yang berat menurut Sultan Fawwaz. Bagaimana mungkin dia bisa meninggalkan istana dan seluruh urusannya. Urusan umat yang dibebankan kepadanya sebagai amir negeri. Sultan Fawwaz mencoba memberikan pengertian kepada puterinya, namun Puteri Nayla tetap dengan tekad semula, yakni pergi meninggalkan istana.

Beberapa hari setelah kepergian puteri, Sultan Fawwaz mengutus beberapa prajurit untuk mencari tahu kabar Puteri Nayla dan betapa pilu hati sang sultan mendengar berita yang dibawa prajurit sepulang dari tempat Puteri Nawwaz bermukim. Ternyata Puteri Nayla tinggal sebatang kara dipinggiran hutan dekat perbatasan negeri. Di gubuk reot yang menjadi tempat tinggal puteri, hanya diterangi oleh sebatang lilin saja. Penampilannya kumal hampir tidak bisa dikenali. Tiap hari dia hanya memakan sekerat roti. Untuk membeli roti dan lilin setiap harinya Puteri Nayla mencari kayu kering dihutan untuk dijadikan kayu bakar agar bisa dijual di pasar, dan beruntungnya kerabat istana karena setiap pergi ke pasar untuk menjual kayu dan membeli roti dan lilin, Puteri Nayla selalu menggunakan hijab seperti niqab sehingga orang tidak ada yang mengenali bahwa orang tersebut adalah puteri amir mereka. Tak terbayangkan jika orang-orang pada tahu bahwa Puteri Nayla telah berubah, tidak seperti yang mereka kenal dahulu. Hendak diletakkan dimana muka para kerabat istana terutama Sultan Fawwaz karena malu.

Ketika ditanya oleh Sultan Fawwaz perihal perubahan yang terjadi padanya kini, Puteri Nayla menjawab,

“Ayahanda apalah artinya ananda melahap berbagai makanan lezat nan mengenyangkan, namun jiwa ananda lapar dan dahaga. Cukuplah Allah bagi ananda. Berkhalwat dengan-Nya membuat jiwa ananda kenyang dan tak ada santapan yang lebih lezat selain selalu menyibukkan diri dengan berdzikir menyebut nama-Nya, hingga memalingkan diri ananda dari wajah dunia. Tak perlu ayahanda menjemput, biarkan ananda untuk tetap disini”

Sultan Fawwaz kehabisan akal untuk meminta puteri kesayangannya kembali ke istana, lalu sambil bersandar pada singgasananya, Sultan Fawwaz coba berkonsultasi dengan para penasehatnya. Berunding membahas langkah apa yang sekiranya bisa diambil untuk membuat Puteri Nayla kembali seperti sedia kala.

Perdana Menteri Tariq Barnini memberikan saran kepada sultan,

“Ada baiknya sultan mengadakan sayembara dan mengumumkan ke seluruh penjuru negeri. Umumkan bahwa siapa saja yang mampu membujuk Puteri Nayla kembali ke istana maka akan diberi hadiah”

“Tapi wahai perdana menteri, dengan begitu akan membuat semua orang tahu keadaan Puteri Nayla saat ini mau diletakkan dimana mukaku, bisa jadi seluruh orang di negeri ini berbondong-bondong mendatangi Puteri Nayla untuk membujuknya dan aku khawatir dia akan syok akan hal tersebut dan marah padaku. Kurasa itu tidak efektif”

“Sultanku, ketahuilah bahwa Puteri Nayla bukan wanita sembarangan, dia wanita yang cerdas. Tentu saja kesempatan sayembara ini tidak bisa kita berikan ke sembarang orang. Cukuplah orang yang memiliki kecukupan ilmu dan pemahaman agama yang benar, yang mampu membujuk Puteri Nayla untuk kembali. Hamba akan bermusyawarah dengan para imam besar di negeri ini, akan hamba tanyakan kepada mereka apakah mereka memiliki murid yang bisa menolong untuk membawa Puteri kembali”

“Baiklah aku setuju dengan pendapatmu. Barang siapa yang mampu membawa kembali puteriku maka sebagai imbalannya akan kunikahkan dia dengan putriku. Sekarang laksanakanlah, kumpulkan semua imam besar untuk membahas hal ini”

“Perintahmu wahai sultan” segera Perdana Menteri Tariq Barnini melaksanakan titah sang sultan.

***

Selama dua hari proses perundingan bersama para imam besar dilakukan. Hasilnya terseleksi 3 kandidat pemuda, yang pertama Maye Asy-Syukri yang merupakan pemuda tampan. Berasal dari kalangan aristrokrat dan kandidat mufti kota. Kedua Rowar Al-Kindi, seorang pemuda gagah. Masih tergolong bangsawan dan dipersiapkan untuk menjadi gubernur diwilayah taklukan kerajaan Sultan Fawwaz Al-Maghriby. Terakhir Aufik Ibnul-Labrie yang merupakan pemuda “biasa” dan “sederhana” sebab tiada embel-embel kehormatan duniawi yang melekat padanya, namun sifat fathonah (cerdas) dikaruniakan Allah SWT kepadanya. Putra penyair besar sekaligus mu’adzin kondang Jamas Labrie. Jamas Labrie sendiri merupakan sahabat dekat perdana menteri Tariq Barnini.

...PEMUDA “BIASA” DAN “SEDERHANA” SEBAB TIADA EMBEL-EMBEL KEHORMATAN DUNIAWI YANG MELEKAT PADANYA, NAMUN SIFAT FATHONAH (CERDAS) DIKARUNIAKAN ALLAH SWT KEPADANYA...

Singkat cerita pemuda pertama dan kedua yakni Maye Asy-Syukri dan Rowar Al-Kindi menemui kegagalan. Mereka gagal membujuk Puteri Nayla untuk kembali. Perang dalil telah mereka lakukan dengan Puteri Nayla, namun tetap tidak mampu meyakinkan Puteri Nayla. Mereka tak habis pikir dengan tingkah akal sang puteri.

Tinggal Aufik Ibnul-Labrie harapan terakhir sang sultan. Sultan dan segenap penghuni istana menumpukan harapan kepada Aufik Ibnul-Labrie. Tugas berat bagi Aufik. Aufik berjanji akan berusaha semampunya untuk membawa Puteri Nayla kembali.

Sebelum menjalankan niatnya untuk pergi ke tempat sang puteri dan membujuknya kembali, Aufik ingin mempersiapkan diri terlebih dahulu. Dia ingin mempersiapkan bahan perdebatan nanti. Demi hal tersebut, Aufik akan mendatangi Maye dan Rowar yang telah lebih dulu gagal, untuk diminta keterangan tentang hal apa saja yang telah mereka perdebatkan dengan Puteri Nayla. Sesampainya Aufik di tempat mereka berdua, ternyata Maye dan Rowar menolak untuk memberi keterangan tersebut. Mereka berasumsi hal itu tidak adil, karena baik Maye maupun Rowar sebelum mendatangi Puteri Nayla, mereka sama sekali tidak tahu apa yang akan diperdebatkan dengan sang puteri, dan apabila Aufik telah memiliki keterangan tersebut sebelumnya, maka hal ini tidak adil bagi mereka karena Aufik bisa melakukan persiapan lebih daripada mereka. Aufik maklum dengan keberatan Maye dan Rowar dan tidak ingin memaksa mereka.

Jadilah Aufik pergi menemui Puteri Nayla tanpa persiapan apapun. Sesungguhnya ada hal yang berbeda antara Aufik, Maye dan Rowar yakni masalah niat. Jika Maye dan Rowar berusaha membujuk Puteri Nayla karena memang tergiur dengan imbalan untuk menikahi Puteri Nayla, berbeda dengan Aufik yang berniat hanya untuk menolong Puteri Nayla dari kesalahan berpikirnya dan juga kerabat istana untuk bersama kembali dengan Puteri Nayla yang sangat mereka cintai. Aufik yakin bahwa segala sesuatu berpangkal dari niat, jika dia memang berniat menolong untuk membujuk Puteri Nayla kembali, insya Allah, Allah SWT akan menyertai dan menolongnya menggapai apa yang dia niatkan.

Sesampainya Aufik diambang perbatasan hutan, dari kejauhan dia melihat gubuk tempat Puteri Nayla berdiam diri. Dengan penuh ketawadhu-an Aufik mengayunkan langkag kakinya, sambil lisannya senantiasa basah akan dzikirullah. Sebelum mendekati gubuk yang dituju, Aufik menyempatkan diri terlebih dahulu menghampiri telaga hutan untuk mengambil air wudhu. Kebetulan wudhunya baru saja batal, dan untuk itu dia bermaksud untuk mengambil wudhu kembali guna mengikuti sunah Rasulullah SAW dalam menjaga wudhu. Aufik merasa risih jika harus berdzikir dalam keadaan tidak suci, untuk itu dia berwudhu.

...DIA BERMAKSUD UNTUK MENGAMBIL WUDHU KEMBALI GUNA MENGIKUTI SUNAH RASULULLAH SAW DALAM MENJAGA WUDHU...

“Assalamu’alaikum” Aufik menebarkan salam ke gubuk sang puteri.

“Wa’alaikum salam” Salam kedamaian dibalas Puteri Nayla. Tuan Puteri mempersilahkan tamu tersebut memasuki gubuk kediamannya.

“Wahai pemuda apakah engkau datang kepadaku atas perintah sultan juga, seperti dua pemuda sebelumnya?”

“Bukan tuan puteri”

“Lalu apa gerangan kedatanganmu?” Puteri Nayla merasa tebakannya salah.

“Saya datang kepada tuan puteri bukan atas perintah seorang sultan, tapi saya datang kepada tuan puteri atas permintaan seorang ayah”

Puteri Nayla memperhatikan jawaban Aufik, hatinya tergugah untuk memberikan rasa peduli yang lebih kepada Aufik. Lebih dari yang telah diberikannya kepada Maye dan Rowar dulu.

“Tuan puteri apa yang menyebabkanmu bertahan disini dan meninggalkan orang-orang yang kau cintai?”

“Aku ingin berkhalwat dengan Allah” Jawab Puteri Nayla singkat.

“Apa yang menyebabkan tuan puteri menolak ajakan kedua pemuda yang mendatangi tuan puteri sebelum saya?”

“Pertama karena sikap mereka”

“Bisa tuan puteri jelaskan kepada saya?” Pinta Aufik.

“Pria pertama datang dengan penuh percaya diri karena samudera ilmu yang dimilikinya begitu luas dan relung lautan pemahamannya begitu dalam, namun sayang dia tidak tahu atau mungkin terlupa bahwa yang bisa membuat aku bersimpati adalah ketakwaan, sedangkan ilmu yang banyak tidak identik dengan ketakwaan yang tinggi, sebab ketakwaan sendiri berarti memiliki ilmu dan pemahaman agama yang disertai dengan keikhlasan beramal juga ketawadhuan, sedang hal terakhir tersebut tidak tampak darinya. Kurasakan pada dirinya keujuban akan ilmu yang dimiliki. Pria kedua begitu gagah dan kharismatik saat mendatangiku, terasa sekali kewibawaan dan jiwa kepemimpinan melekat pada dirinya, namun sayang kesemua hal tersebut ditampakkan olehnya hanya untuk menebarkan pesona pada diriku. Tidak sadarkah dia bahwa kekasihku yakni Allah SWT jauh lebih gagah dan perkasa daripadanya? Sekarang apa yang engkau bawa wahai pemuda, hingga membuatmu mendatangiku saat ini? Ilmu yang banyak? Kegagahan? Keperkasaan? Atau harta yang banyak?”

...ILMU YANG BANYAK TIDAK IDENTIK DENGAN KETAKWAAN YANG TINGGI, SEBAB KETAKWAAN SENDIRI BERARTI MEMILIKI ILMU DAN PEMAHAMAN AGAMA YANG DISERTAI DENGAN KEIKHLASAN BERAMAL JUGA KETAWADHUAN...

...TIDAK SADARKAH DIA BAHWA KEKASIHKU YAKNI ALLAH SWT JAUH LEBIH GAGAH DAN PERKASA DARIPADANYA?...”

Dengan tawadhu Aufik menjawab apa adanya,
“Saya hanya membawa salam dari seorang ayah dan ibu yang sangat merindukan puterinya. Untuk kembali berkumpul seperti sedia kala, dan sepotong hati yang Insya Allah memiliki niat suci menyampaikan pesan rindu dari segenap penghuni istana” Lagi-lagi Puteri Nayla tergugah akan jawaban Aufik. “Alasan lainnya wahai tuan puteri, mengapa engkau menolak kedua pemuda sebelumku?”

“Alasan lainnya ialah saat mereka membujukku untuk kembali seraya mengajukan khitbah pada diriku, aku ajukan pada mereka satu syarat, namun sayang mereka tidak mampu memenuhinya?”

“Apa itu syaratnya wahai tuan puteri?”

“Aku katakan pada mereka, jika mereka menginginkan aku, ketahuilah bahwa aku adalah milik Allah Rabbil’alamin. Untuk itu mintalah izin kepada-Nya, ridho-Nya adalah ridhoku. Mereka mengatakan aku telah kehilangan akal dan mempersyaratkan hal yang mustahil, sehingga mereka merasa tidak sanggup untuk memenuhi permintaanku itu”

Aufik berpikir sejenak. Dia menemukan ide yang cemerlang untuk bisa membawa Puteri Nayla kembali, lalu dia meminta izin kepada Puteri Nayla,
“Tuan puteri, seandainya tidak keberatan, bolehkah saat ini saya meminta persetujuan tuan puteri untuk mengkhitbah secara pribadi dan kemudian saya sampaikan maksud tersebut kepada sultan?”

“Silahkan asalkan engkau bisa memenuhi permintaanku tadi”

“Baiklah tuan puteri” lalu Aufik keluar dari gubuk kediaman Puteri Nayla. Aufik menuju telaga untuk mengambil air wudhu, kemudian mendirikan dua rakaat sholat hajat. Usai sholat dengan penuh kekhusyukan dia menadahkan tangan berdoa kepada Rabb-nya. Tak berapa lama Aufik telah kembali lagi ke gubuk Puteri Nayla.

“Permintaan tuan puteri insya Allah telah saya lakukan”

“Darimana engkau tahu bahwa Allah ‘azza wa jalla telah mengizinkan dirimu untuk mengkhitbah diriku?” Nada Puteri Nayla kurang terima.

“Sekarang saya balik bertanya, darimana tuan puteri tahu bahwa permintaan saya untuk mendapatkan ridho Allah SWT guna mengkhitbah tuan puteri telah ditolak oleh Allah SWT? Buktikan kepada saya bahwa Allahul rahman warrahim tidak mengizinkannya?”

Puteri Nayla terdiam, tak mampu dia menjawabnya. Dia terjebak oleh pertanyaannya sendiri, tapi Aufik yang bijak memiliki solusi.

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar