“Lalu kapan dan dimana jawaban Allah SWT tersebut akan dapat kita peroleh?”
“Jawaban tersebut hanya bisa kita peroleh dengan syarat tuan puteri harus ikut saya kembali ke istana, disanalah kelak jawabannya dapat kita ketahui”
“Terangkan kepadaku, kenapa begitu..”
“Tuan puteri, untuk mengetahui apakah Allah SWT meng-ijabahi doa saya atau menolaknya dapat kita ketahui dari lisan ayahanda tuan puteri yakni Sultan Fawwaz Al-Maghriby”
“Aku belum mengerti maksud ucapanmu”
“Telah menjadi sunatullah bahwa Allah SWT dalam melimpahkan kewenangannya untuk memberi ridho agar hamba-hamba wanita-Nya dinikahi oleh seorang pria adalah melalui ridho orang tua wanita tersebut. Bukankah Rasulullah bersabda, ridho dan murka Allah SWT tergantung pada ridho dan murka orang tua? Selama tidak ada alasan syar’i yang menghalangi dan tidak ada perintah Allah SWT melalui Al-Qur’an dan As-sunah yang dilangkahi, maka ridho orang tua merupakan jawaban atas ridho Allah SWT. Untuk itu marilah tuan puteri, pulanglah bersama saya ke istana untuk menemui sultan, demi mengetahui jawaban Allah SWT atas doa saya”
...SELAMA TIDAK ADA ALASAN SYAR’I YANG MENGHALANGI DAN TIDAK ADA PERINTAH ALLAH SWT MELALUI AL-QUR’AN DAN AS-SUNAH YANG DILANGKAHI, MAKA RIDHO ORANG TUA MERUPAKAN JAWABAN ATAS RIDHO ALLAH SWT...
Masya Allah, Puteri Nayla membatin. Kali ini dia betul-betul terperangkap dengan pernyataannya sendiri. Mau tak mau dia harus menentukan sikap apakah akan ikut Aufik kembali ke istana atau tetap bertahan di tempatnya semula. Terpikir olehnya satu alasan yang dapat dijadikan senjata pamungkas guna menolak ajakan Aufik.
“Kurasa sulit bagiku untuk meninggalkan tempat ini, sebab aku terlalu nyaman untuk tetap berkhalwat dengan Allah SWT”
“Mengapa tuan puteri ingin selalu berkhalwat dengan Allah SWT?”
“Karena aku mencintai-Nya” Puteri Nayla berujar tegas.
“Buktikan kepada saya bahwa tuan puteri memang mencintai Allah?”
“Jika harus membuktikan rasa cintaku melalui amalan, maka hal tersebut akan sulit, sebab engkau belum pernah menyaksikan aku beramal dan tak cukup waktu bagimu untuk menunggu disini guna melihat ku beramal. Sebaiknya aku bacakan saja satu bait doa yang selalu aku panjatkan kepada Allah SWT, semoga dari doa tersebut engkau dapat mengerti seberapa besar rasa cintaku kepada-Nya”
“Silahkan tuan puteri” Aufik menanti Puteri Nayla membacakan bait doanya.
“Aku selalu berdoa kepada Allah seperti ini, Ya Allah jika memang hamba beribadah kepada-Mu karena takut akan azab neraka-Mu, maka benamkanlah hamba ke dalamnya dan apabila hamba beribadah kepada-Mu karena mengharapkan surga-Mu, maka haramkanlah hamba tuk memasukinya, sebab hamba beribadah kepada-Mu hanya karena hamba mencintai-Mu, itu saja”
“Tuan puteri, kali ini saya akan mengutarakan pandangan saya secara lebih mendalam. Pertama mengenai keinginan tuan puteri untuk senantiasa berkhalwat dengan Allah SWT, saya mendukung hal itu dan saya hargai, namun satu hal yang perlu diluruskan. Tidaklah menjadi satu-satunya sarana berkhalwat berdua Allah dengan melakukan uzlah (mengasingkan diri), kegiatan tersebut tetap dapat kita lakukan meskipun kita tengah berkumpul bersama keluarga. Bukanlah berkhalwat dengan Allah SWT berarti kita sedang berduaan dengan zat-Nya, melainkan dengan pengetahuan-Nya. Allah berfirman, janganlah kalian berdua takut, sungguh Aku bersama kalian berdua mendengar dan melihat (QS. Thaha:46). Itulah definisi sesungguhnya berkhalwat dengan Allah SWT. Kembangkan terus sifat ihsan pada diri kita yakni dengan selalu merasa bahwa Allah senantiasa memperhatikan dan mengawasi kita. Sesungguhnya Allah atas kalian selalu mengawasi (QS. An-Nisa:1). Apabila sifat tersebut telah terpatri didalam benak kita dan dirasakan dalam keseharian kita, insya Allah kapanpun dan dimanapun kita berada sesungguhnya kita tengah berkhalwat dengan Allah. Tidak harus dengan menyendiri dan suasana sunyi” Logika Aufik menjungkir balikkan nalar Puteri Nayla, dan dia merasa bisa menerima pandangan tersebut.
...BUKANLAH BERKHALWAT DENGAN ALLAH SWT BERARTI KITA SEDANG BERDUAAN DENGAN ZAT-NYA, MELAINKAN DENGAN PENGETAHUAN-NYA...
...APABILA SIFAT TERSEBUT TELAH TERPATRI DIDALAM BENAK KITA DAN DIRASAKAN DALAM KESEHARIAN KITA, INSYA ALLAH KAPANPUN DAN DIMANAPUN KITA BERADA SESUNGGUHNYA KITA TENGAH BERKHALWAT DENGAN ALLAH...
“Yang kedua, untuk doa yang tuan puteri panjatkan, menurut saya sebaiknya tuan puteri secepatnya mengucapkan istighfar sebanyak-banyaknya”
“Mengapa harus begitu?”
“Dari doa yang tuan puteri panjatkan menunjukan bahwa tuan puteri telah berlaku sombong dihadapan Allah SWT”
“Na’udzubillahimindzalik. Apa maksudmu?”
“Tuan puteri sesungguhnya Allah telah menciptakan kita dengan menitipkan akal dan nafsu kepada kita. Itulah yang membuat kita sempurna, dan beda dari malaikat dan hewan. Jika malaikat hanya dititipkan akal tanpa nafsu, sementara hewan dititipkan nafsu tanpa akal. Sudah menjadi sunah-Nya bagi kita untuk memiliki kecendrungan akan kenikmatan duniawi maupun ukhrawi, hal itu tidak dilarang oleh-Nya, hanya saja bentuk kecintaan tersebut harus sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan-Nya. Lihat bagaimana Allah menghubungkan perintah doa dengan kesombongan diri manusia melalui firman-Nya, berdoalah kepadaku niscaya kan Aku kabulkan. Barang siapa yang sombong dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina (QS. Al-Mu’min:60) pada ayat lainnya Allah berfirman, dan serulah Dia oleh kalian dalam keadaan takut (dari neraka) dan berharap (kepada surga) (QS. Al-a’raaf:56) bahkan manusia semulia Rasulullah SAW sendiri mengajarkan pada kita doa berikut ini, saya memohon surga kepada Allah dan berlindung dengan-Nya dari neraka. Dan beliau meminta kepada kita untuk mendoakan beliau melalui doa selepas adzan, dimana dari doa kita tersebut beliau tetap berharap akan diberikan wasilah atau satu tempat di surga yang tidak diberikan kepada mahluk selain beliau. Lihatlah tuan puteri, Rasulullah SAW merupakan mahluk yang paling taat dan mengenal Allah, namun demikian beliau tetap beribadah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh rasa harap. Tetap mencintai manusia dan berkeluarga. Sangat amat sombong kita, tatkala Allah menciptakan segala kenikmatan dunia dan surga, lalu atas kenikmatan tersebut kita palingkan diri untuk menjauhi. Allah menciptakan semua itu bukan tanpa sebab. Allah tahu kecenderungan kita, sebab dia sendiri yang menciptakan nafsu bagi kita, namun agar nafsu tersebut terarah dalam penyalurannya, untuk itu Dia ciptakan juga akal bagi kita. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefujuran dan ketakwaan (QS. Asy-syams:8).
...SUDAH MENJADI SUNAH-NYA BAGI KITA UNTUK MEMILIKI KECENDRUNGAN AKAN KENIKMATAN DUNIAWI MAUPUN UKHRAWI, HAL ITU TIDAK DILARANG OLEH-NYA, HANYA SAJA BENTUK KECINTAAN TERSEBUT HARUS SESUAI DENGAN SYARIAT YANG TELAH DITETAPKAN-NYA...
...SANGAT AMAT SOMBONG KITA, TATKALA ALLAH MENCIPTAKAN SEGALA KENIKMATAN DUNIA DAN SURGA, LALU ATAS KENIKMATAN TERSEBUT KITA PALINGKAN DIRI UNTUK MENJAUHI...
Puteri Nayla tak mampu berkata-kata lagi. Diam seribu bahasa.
“Tuan puteri ketahuilah, manusia yang paling besar rasa cintanya kepada Allah SWT ialah Rasulullah SAW, namun beliau juga paling tahu cara yang benar dalam mencintai Allah SWT. Sesungguhnya cinta itu adalah perpaduan antara kecendrungan, harapan, kecemasan, ketakutan dan kerelaan untuk berkorban. Harap jangan dikaitkan kesederhanaan yang tuan puteri jalani saat ini merupakan wujud daripada sikap zuhud. Bukan begitu tuan puteri. Ketahuilah bahwa saat kita berbicara mengenai kezuhudan, sesungguhnya kita tidak sedang berbicara tentang apa yang ada didalam genggaman kita, tapi kita sedang berbicara tentang apa yang ada didalam hati kita. Bisa saja seseorang memiliki harta yang berlimpah, namun kesemua hal tersebut sama sekali tidak membuat dia lebih mencintai dunia ini ketimbang akhirat. Tidak juga mampu melalaikannya dari beribadah kepada Allah SWT. Bukti contoh lihatlah Nabi Sulaiman ‘alaihis salam. Betapa besar kerajaan yang dimilikinya dan betapa banyak harta yang berada di genggamannya, namun tetap saja beliau mampu mencapai derajat sebagai seorang rasul Allah. Allah telah menciptakan semuanya secara berpasangan, Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (QS. Yasin:36). Sekarang saya bertanya kepada tuan puteri, sebagai wanita siapakah yang layak menjadi pasangan tuan puteri, apakah Allah? Huu.. itu merupakan wujud kesombongan lainnya. Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri (QS. An-Nahl:72). Marilah tuan puteri ikut bersama saya untuk kembali menemui segenap penghuni istana, terutama orang tua tuan puteri”
...SESUNGGUHNYA CINTA ITU ADALAH PERPADUAN ANTARA KECENDRUNGAN, HARAPAN, KECEMASAN, KETAKUTAN DAN KERELAAN UNTUK BERKORBAN...
...KETAHUILAH BAHWA SAAT KITA BERBICARA MENGENAI KEZUHUDAN, SESUNGGUHNYA KITA TIDAK SEDANG BERBICARA TENTANG APA YANG ADA DIDALAM GENGGAMAN KITA, TAPI KITA SEDANG BERBICARA TENTANG APA YANG ADA DIDALAM HATI KITA...
Aufik berusaha untuk membujuk tuan puteri kembali, namun tanpa berkata sepatah katapun, Puteri Nayla langsung saja berkemas-kemas untuk pergi, siap meninggalkan gubuk reotnya menuju kembali ke istana.
“Marilah wahai pemuda, kita bergegas kembali ke istana. Setelah mendengar pandanganmu aku menjadi sadar atas khilafku dan semoga Allah mau memaafkan kesalahanku. Saat ini aku menjadi tidak sabar untuk menemui ayah bunda. Bujukanmu sungguh ampuh” Puteri Nayla tulus memuji Aufik.
“Terima kasih tuan puteri”
***
Akhirnya suasana ceria menyelubungi istana dan penghuninya. Sesampainya Aufik dan Puteri Nayla di hadapan Sultan Fawwaz, tanpa menunggu lama lagi, Sultan Fawwaz bermaksud untuk menepati janjinya menikahkan puterinya dengan pemuda yang mampu membawa kembali puterinya ke istana, namun tiba-tiba diluar dugaan Aufik bermaksud mengundurkan diri dari proses khitbahnya.
“Maaf sultan, tiada maksud saya untuk meremehkan kebaikan sultan, tapi saya sudah memutuskan untuk mundur dari proses khitbah ini”
Para penghuni istana yang kala itu hadir di balai istana berbisik-bisik. Ada yang keheranan, bingung, mengatakan bahwa Aufik pemuda yang bodoh karena melepaskan kesempatan untuk bisa menikahi puteri sultan, bahkan ada yang mengatakan Aufik telah lancang.
Sultan Fawwaz tidak ingin menanggapi bisik-bisik tersebut. Dia berprasangka baik dengan Aufik. Tidak mungkin pikirnya Aufik mengambil keputusan tersebut tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu.
“Apa gerangan yang membuatmu mengambil keputusan tersebut wahai Aufik?”
“Sejujurnya pada saat pertama kali mendatangi Puteri Nayla, saya hanya berniat menolong puteri agar kembali ke istana. Tidak ada sama sekali niat untuk menikahi, namun setelah bertemu dengannya, melihat rupanya, keanggunan dan kecerdesannya, niat saya jadi berubah, keikhlasan saya meluntur, dan saya ingin menikahi tuan puteri. Saya merasa malu kepada Allah akan hal ini, beruntung Allah tidak menutup pintu rahmat-Nya sehingga dengan pertolongan-Nya sama mampu membawa Puteri Nayla kembali. Sebagai seorang muslim saya hanya berusaha untuk menjadi orang yang tahu diri, sebab kata Rasulullah SAW, jika kamu tidak memiliki malu lagi maka berbuatlah sekehendakmu. Karena saya yakin bahwa pernikahan ini terjadi bukan atas kerelaan tuan puteri, untuk itu saya mundur. Saya tidak ingin tuan puteri menikah dengan saya hanya karena dijodohkan oleh sultan, saya masih memiliki harga diri untuk tidak menikahi wanita yang tak ingin dinikahi oleh saya, oleh karena itu saya berharap tuan puteri bisa menemukan pasangan yang cocok, yang kepadanya tuan puteri tertarik, dan berbekal restu orang tua insya Allah pernikahan mereka barokah. Itulah keterangan dari saya wahai sultan dan dikarenakan tugas saya telah selesai, untuk itu saya pamitmu. Ada urusan agama lain yang ingin saya selesaikan diluar sana. Assalamu’alaikum..”
...SAYA MASIH MEMILIKI HARGA DIRI UNTUK TIDAK MENIKAHI WANITA YANG TAK INGIN DINIKAHI OLEH SAYA...
...SAYA BERHARAP TUAN PUTERI BISA MENEMUKAN PASANGAN YANG COCOK, YANG KEPADANYA TUAN PUTERI TERTARIK, DAN BERBEKAL RESTU ORANG TUA INSYA ALLAH PERNIKAHAN MEREKA BAROKAH...
Aufik ingin meninggalkan balai istana setelah pamit kepada sultan dan meminta maaf kepada semua, termasuk pada Puteri Nayla. Baru beberapa langkah, tiba-tiba sebuah suara wanita menghentikan langkah Aufik.
“Tunggu wahai Aufik” Aufik kemudian menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah suara tersebut berasal. Rupanya suara itu milik puteri Nayla.
“Ada apa wahai puteri?”
“Aku ingin bertanya padamu wahai Aufik, sudikah engkau menarik ucapanmu tadi untuk mengundurkan diri dan mengajukan diri kembali seandainya wanita yang bernama Nayla Fawwaz ini menawarkan dirinya untuk dinikahi oleh mu?”
Suasana balai malah menjadi riuh, kemudian terhentikan oleh jawaban lugas dari Aufik. Dengan tenang dan mantap Aufik berujar,
“Saya bersedia”
Serta merta seluruh penghuni istana mengucapkan hamdalah. Mereka bahagia bukan saja karena telah kembalinya Puteri Nayla, melainkan juga atas pernikahan sepasang sejoli yang sama-sama mereka cintai.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar-Ruum 21)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar